RSS

Distribusi PSK ke Jambi

Menguak Jalur Distribusi PSK

Dari Jawa Turun ke Jambi

 Dari mana datangnya pekerja seks komersial (PSK) di Jambi? Jawabannya, dari Jawa turun ke Jambi. Meski ada beberapa daerah lain, namun Jawa (khususnya Jawa Barat), adalah daerah pemasok PSK terbanyak ke wilayah ini. Seperti apa jalur distribusinya?

————–

Perdagangan manusia (human traficking) sudah terjadi sejak tempo dulu. Hingga kini, praktek perdagangan manusia khususnya perempuan, makin merajalela. Modusnya banyak. Cara kerjanya sistematis. Dan, jaringannya tertutup dan penuh kerahasiaan.

Korbannya merupakan gadis belia usia 16-19 tahun. Di atas usia ini, korban cenderung sudah sadar dengan nasib yang akan ditanggungnya dengan terjun ke dunia hiburan malam.

Data dari Subdit IV Perlindungan perempuan dan anak (PPA) Direktorat Reskrimum Polda Jambi, praktek traficking memiliki jaringan terselubung. Pendistribusian PSK dilakukan dengan cara menjalankan tim-tim kecil dengan tugas masing-masing.

Ada tim rekruting. Tim ini bertugas menggaet gadis-gadis atau perempuan-perempuan yang bernasib tidak baik dengan berbagai cara. Biasanya, perekrut terbagi dua jenis: teman wanita korban dan Mami (sebutan untuk orang yang memelihara PSK).

Modus perekrut bermacam-macam. Mulai dari iming-iming mencarikan pekerjaan kepada korban, menjerat korban atau keluarganya dengan hutang, sampai menjanjikan hidup makmur jika bersedia ikut perekrut. Rata-rata melakukan modus penipuan terhadap korban atau keluarga korban.

Begitu tim rekruting berhasil, selanjutnya tim pendataan bertugas. Tim ini menyiapkan data-data diri dan dokumen, semacam KTP, untuk keperluan penyaluran serta perjalanan korban mencapai tujuan. Cara kerjanya sangat rapi dan canggih.

“Biasanya sudah ada tim yang membuat identitas palsu dengan cara menuakan usia korban,” ungkap Kasubdit IV PP direktorat Reskrimum Polda Jambi AKBP Dra Silvia Ariati, kepada Jambi Independent beberapa waktu lalu.

Dari sumber lain, diketahui ada satu tim lagi yang perannya sangat penting dalam jaringan penyaluran PSK. Yakni agen atau pemasar. Tim ini tugasnya mencari dan menjalin kerjasama dengan pengelola tempat hiburan malam. Begitu pengelola tempat hiburan malam melakukan pesanan, lalu mereka pula yang menyalurkan para korban dari tempat asal sampai ke tempat “pemesan”. Dengan begini, tidak akan ada PSK yang dibawa jika tanpa pesanan atau order.

Setiba di Jambi, korban biasanya akan berada di bawah pengawasan yang ketat. Untuk keluar sulit. Makanya mereka cenderung tidak bisa melaporkan nasib yang mereka alami kepada pihak berwajib.

Lalu darimana saja daerah asal para korban? Masih data dari Subdit IV PPA Polda Jambi, rata-rata korban yang masuk ke Jambi berasal dari provinsi Jawa Barat, Jawat Timur dan Lampung. Ada juga dari daerah lain semisal Batam.

“Mereka (korban, red) diancam dengan kekerasan dan dijerat dengan hutang, sehingga berhutang budi dan bekerja dengan si pengusaha hiburan,” jelas Kasubdit PPA, lagi.

Tapi, meski baru-baru ini Polda Jambi berhasil menangkap tiga pengusaha hiburan di Kota Jambi karena terlibat traficking, polisi mengaku masih kesulitan memberantas jaringan traficking jenis ini hingga ke akar-akarnya. Alasannya, jaringan ini cenderung tertutup dan kerahasiaannya terjaga. Jika satu tertangkap, dia akan menutup mulut.

Di masa datang, Polda Jambi bertekad akan menekan praktek perdagangan manusia. “Akan kita sosialisasikan ke media. Selain itu, kita minta si korban segera melapor ke polisi terdekat,” tandasnya.(can/nas)

Terlilit Hutang Sampai Ditipu Teman

 

Pengakuan beberapa PSK yang ditemui sepekan lalu di lokalisasi Payosigadung, ternyata memang benar mereka sampai ke Jambi, lalu menjadi PSK, karena beberapa alasan. Ada yang terlilit hutang, ada pula karena ditipu teman.

Z (26), salah seorang PSK di satu cafe dalam lokalisasi Payosigadung mengaku, dia masih baru di Payosigadung alias Pucuk. Empat bulan lalu, dia diajak seorang Mami ke Jambi dengan diiming-imingi kerja berpenghasilan banyak.

Waktu itu dia sudah berhutang kepada Si Mami cukup banyak. Karena sudah bercerai dengan suami, punya satu anak, ekonomi morat-marit, akhirnya Z bersedia ikut ajakan Si Mami ke Jambi.

“Saya tanya kerja apa, dibilang karaoke plus-plus,” kenang Z, sambil merokok di kamar 4 x 4 meter. Asap mengepul dari bibirnya yang berlipstik tebal.

Dengan bermodal nekat, tanpa pikir panjang lagi Z ikut kerja dengan Mami demi melunasi utang-utangnya. Dia lalu dibawa ke Jambi ke tempat usaha Mami saat ini, salah satu cafe di Pucuk. Dia menyesal masuk ke dunia seperti itu. Tapi demi anak dan ibunya di Suka Bumi (Bandung Jawa Barat), dia rela menjalani kehidupan malam dengan mencari uang sebagai PSK.

“Jadi saya mencoba bertahan atas keadaan saat ini. Menjadi PSK bukanlah jalan hidup saya pilih, tetapi karena terdesak,” tuturnya.

Saat itu masih siang di Pucuk. Pengunjung masih sepi. Walau sepi, dentuman musik dangdut terdengar saling bersahut dari beberapa cafe.

Di cafe lain, O (15), PSK belia asal Bogor Jawa Barat mengaku baru terjun ke dunia gelap itu. Kisahnya berbeda dengan Z. Jika Z dijerat hutang, dia ditipu teman sendiri ketika dirinya frustasi pasca ditinggal pacarnya.

Semua berawal ketika O masih berstatus sebagai siswi kelas 1 di salah satu SMP di Bogor. Saat itu dia menjalin asmara dengan lelaki yang lebih tua darinya, usia lelaki itu sekitar 30 tahun. Kedua orang tua dan keluarga tidak menyetujui hubungan mereka.

Malah, kakak laki-lakinya kerap memukuli O karena masih nekat berpacaran dengan lelaki dewasa itu. “Saya tidak bisa menahan siksaan itu, saya sering menangis kepada pacar saya,” kenang O berurai air mata.

Gadis belia itu seakan masih trauma dengan masa lalunya. Buktinya, selama bercerita, dia sering menegak bir sambil terus-terusan menghisap rokok filter. Air matanya tak berhenti mengalir. Suaranya serak.

Satu saat, karena tak tahan lagi, dia nekat mengikuti keinginan pacarnya untuk mengajak dia kabur dari Bogor. Entah apa yang ada dalam pikirannya, O malah setuju. Akhirnya dia terdampar di Palembang Sumatera Selatan.

Selama tujuh bulan tinggal di Palembang, dia melakoni kehidupan kumpul kebo dengan pacarnya. Hubungan terlarang itu berlanjut dengan kegiatan seks layaknya pasangan suami istri. Namun karena merasa bosan dengan hubungan haram itu, O menuntut pacarnya agar segera menikahinya.

“Tapi pacar saya tidak mau menikahi saya, dia lari entah ke mana,” tuturnya.

Sejak itu dia ditinggal pacarnya sendirian di kontrakan. Karena masih baru di Palembang, sanak saudara tidak ada, uang juga tak punya, O jadi sangat tak berdaya. Setelah mengumpulkan kekuatan, dia akhirnya mulai mencari pekerjaan.

Seorang teman wanita yang tinggal tak jauh dari kontrakannya menawarkan jasa. Wanita itu mengajak dia bekerja di tempat karaoke. Dengan polos O menurut.

Tepat pukul 19.00 satu malam, dua kawan wanita itu menjemput dia dengan taksi. “Ayo ikut kami kalau mau dapet uang, kamu cukup nganter-nganter minuman saja di café nantinya, tidak jual diri kok,” ujarnya menirukan perkataan salah seorang teman wanitanya itu.

Sesampai di cafe, dia dikenalkan dengan pemilik café. Café itu di kawasan Kampung Baru Palembang. Tempat itu memang lokalisasi seperti Payosigadung. Sejak itu dia bekerja sebagai pelayan di cafe itu. Dia mulai menaruh harapan dengan pekerjaan barunya itu.

Tapi lewat sepekan, dia dipaksa si Mami melayani salah seorang pengunjung cafe. “Saya nangis waktu melayani nafsu bejatnya. Ternyata saja dijual sama Mami,” ujarnya lagi-lagi sambil menangis.

Sepulang kerja dia dibekali si Mami uang Rp 150 ribu. ”Ini hasil kamu atas pelayanan terhadap langganan saya, kalau mau cepat banyak dapat uang, ya begitu caranya,” tuturnya menirukan perkataan si Mami.

Tapi karena menganggap diri sudah rusak sama pacar, 7 bulan kumpul kebo, dan ditinggal begitu saja, hidup sebatangkara di tempat yang belum akrab, membuat dia pasrah. Demi uang, mulai saat itu dia selalu menerima tawaran untuk melayani para pelanggan. Selama 2 tahun menetap di Kampung Baru Palembang, semua kebutuhan hidupnya terpenuhi, bahkan lebih.

Ingin mencoba suasana baru, dia ditawarkan teman Mami pindah ke Kota Jambi. “Dibawalah saya ke Jambi, dan sampai di Pucuk ini. Sudah lima bulan saya di sini, pendapatan saya cukup lumayan,” tuturnya. Tiba-tiba tangisannya hilang.(cr01)

Rp 1 Juta Untuk 1 PSK

 

Untuk mendapatkan seorang pekerja seks komersial, yang bisa dipekerjakan di tempat hiburan malam, ternyata sangat sulit. Seseorang harus punya kenalan yang terpercaya dan penghubung yang tepat. Beruntung, seorang pengelola tempat hiburan malam bersedia berbagi cerita soal bagaimana dia mendatangkan PSK ke tempat usahanya.

Jika seorang membutuhkan PSK untuk dipekerjakan, pertama-tama yang dilakukan adalah mencari penghubung. Biasanya, penghubung awal adalah pengelola tempat hiburan serupa. Dari penghubung awal akan diketahui bagaimana cara kerja dan anggaran mendatangkan PSK sampai ke Jambi.

Sesudah itu, agen atau penghubung di luar Jambi –disebut tim pemasar dalam jaringan penyalur PSK- dihubungi. Untuk menghubungi orang itu pun tak bisa sembarangan. Dia tak akan melayani orang asing yang tidak kenal.

“Baru pesan mau berapa cewek. Kalau cocok, disiapkan, trus diantar sampai ke Jambi,” tutur seorang sumber yang tak mau disebut namanya di koran.

Biaya untuk mendatangkan setiap PSK ke Jambi cukup bervariasi. Jika lewat jalur darat cukup murah, tapi jika pakai jalur udara lumayan mahal. Tinggal perhitungkan tiket armada yang akan dipakai dari daerah asal PSK sampai ke Jambi. Lalu ditambahkan dengan jasa pengantar atau penghubung.

Sumber lain menyebutkan, biasanya, PSK itu diantar satu orang yang sudah berpengalaman. Dari keberangkatan sampai kedatangan, semua sudah diatur sedemikian rapi. Saking rapinya, kedatangan mereka ke Jambi akan terlihat seperti pendatang biasa. Tak ada gerak-gerik mencurigakan dari aksi mereka.

Sampai di Jambi, mereka akan dijemput oleh pemesan atau pihak pengelola tempat hiburan malam. Ada yang diinapkan dulu di hotel atau penginapan, ada pula yang dibawa langsung ke “tempat kerja” mereka yang baru.

“Kalau kami, sampai di Jambi langsung dibawa ke sini,” ungkap seorang karyawan salah satu panti pijat plus di Kota Jambi, beberapa waktu lalu.

Usai itu, penghubung atau pengantar akan pulang sendiri ke luar Jambi setelah menerima bayaran yang sepadan dari pengelola tempat hiburan malam. Jasa antar sekitar Rp 1 juta per 1 PSK.

Cara kerja ini biasa berlaku bagi PSK yang baru pertama kali “kerja” di Jambi. Bagi yang pernah atau sudah lama, biasanya datang sendiri dan pulang sendiri. Ada pula yang sebagian diantar keluarganya sampai lokasi “tempat kerja”.

Meski cara kerjanya sudah tahu, tapi penghubung di luar Jawa itu tak bisa diketahui. Baik pengelola hiburan malam maupun PSK yang diwawancarai, sama-sama menolak membeber identitas sosok misterius tersebut.(cr01/nas)

 

Tinggalkan komentar