RSS

Penyelundupan di Jambi

Menelisik “Dermaga Tikus”, Jalur Masuk Barang Selundupan ke Jambi

Pengawasan Hanya Formalitas, Dikasih Uang Petugas Pergi

Selain pelabuhan resmi yang dikelola Syahbandar –kantor administrasi pelabuhan-, di Jambi banyak terdapat pelabuhan atau dermaga tak resmi. ‘’Pelabuhan-pelabuhan tikus’’ itu tersebar di sepanjang perairan Tanjung Jabung Barat (Tanjab Barat), Tanjung Jabung Timur (Tanjab Timur) dan Muarojambi. Pelabuhan inilah yang menjadi pintu masuk barang selundupan (ilegal) ke Jambi.

——-

Dari penelusuran Jambi Independent sepekan terakhir, pelabuhan ilegal milik pribadi alias “dermaga tikus”, ditemukan banyak beroperasi di sepanjang aliran Sungai Batanghari. Pelabuhan atau dermaga jenis ini biasa dikenal dengan sebutan dermaga untuk kepentingan sendiri (DUKS).

Di Kabupaten Tanjab, dengan wilayah perairan yang cukup luas, juga berbatasan langsung dengan daerah perairan kabupaten lain, menjadikan Tanjab Barat ramai dengan aktivitas bongkar muat barang di pelabuhan.

Dari informasi yang dirangkum, di Kualatungkal, ibukota Kabupaten Tanjab Barat, terdapat puluhan pelabuhan beroperasi. Namun dari sekian puluh pelabuhan yang ada, hanya ada tiga pelabuhan yang memiliki izin operasi dari kementerian. Selebihnya merupakan DUKS. DUKS lokasinya di sepanjang aliran sungai dan biasanya berdekatan langsung dengan gudang bongkar muat barang.

Hal ini diperkuat dengan penjelasan dari Syahbandar Kualatungkal, Rizalihadi. Menurutnya, hingga saat ini baru tiga pelabuhan yang menggenggam izin resmi dari menteri, yaitu dua pelabuhan yang ada di perairan Parit Gompong, dan satunya ada di pelabuhan dekat PPI Parit 7. Sedangkan pelabuhan lainnya dipastikan tidak berizin.

“Baru tiga pelabuhan yang mendapat izin operasi, selebihnya ilegal,” tegas Syahbandar Kualatungkal Rizalihadi, beberapa waktu lalu.

Dari pantauan Jambi Independent dan informasi yang dihimpun, salah satu pelabuhan milik pengusaha kapal yang ada di Kualatungkal di Serdang, selain berfungsi sebagai tempat bongkar muat barang resmi, lokasi ini juga disinyalir menjadi lokasi transit barang ilegal dari Laur negeri, seperti Singapura, untuk dipasarkan di Provinsi Jambi.

Pada salah satu pelabuhan itu, tampak aktivitas bongkar muat bahan sembako. Menurut salah seorang pekerja, barang tersebut adalah milik pengusaha setempat. Selain beberapa anak buah kapal (ABK) yang sibuk melaksanakan bongkar muat barang, di lokasi tersebut juga terlihat sejumlah petugas Bea dan Cukai mengawasi aktivitas bongkar muat tersebut.

Kepala Bea dan Cukai Kualatungkal Heri Winarko saat dikonfirmasi masalah tersebut membenarkan adanya petugas Bea dan Cukai yang ditugaskan di lokasi itu. Dia beralasan, pelabuhan itu sudah mengantongi izin, sehingga aktivitas yang dilakukan di pelabuhan tersebut di bawah pengawasan Bea dan Cukai.

“Memang benar ada anggota di sana. Karena pelabuhan tersebut resmi dan ada izin. Namun jika ditemukan anggota yang berada di pelabuhan tikus tanpa izin, tolong diinformasikan, kami akan tindak tegas oknum tersebut,” kata Heri kepada wartawan belum lama ini.

Dijelaskan, penetapan pelabuhan sebagai kawasan pabean maka yang menetapkan adalah menteri dan sifatnya permanen. Sementara kalau mekanisme bongkar muat di luar kawasan sifatnya tertentu, maka harus mengacu pada pasal 10 A ayat 6 Undang-Undang Pabean.

Namun pada lokasi yang sama pada pertengahan tahun lalu, pihak bea cukai Kualatungkal kecolongan dengan lolosnya ratusan karung gula rafinasi ilegal asal India. Pengawasan bea cukai Kualatungkal saat itu dipertanyakan banyak pihak.

Ratusan karung gula diduga selundupan ilegal asal India itu dibongkar muat di salah satu “dermaga tikus” yang berlokasi di sungai Betara, Desa Serdang Jaya, Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjab Barat, menggunakan kapal bermuatan besar 120 GT. Namun sayang beberapa petugas bea cukai yang ada di sekitar pelabuhan itu tidak mau berkomentar banyak Perihal masuknya barang ilegal tersebut.

Belum selesai satu kasus, kasus penyelundupan lain muncul. Bawang bombay tanpa dokumen berlabuh pada salah satu dermaga tikus yang ada di Parit Gompong. Puluhan ton bawang ilegal itu terpaksa diamankan belum lama ini.

 

Peti Kemas Jadi Celah Kecurangan

 

Di Kabupaten Muarojambi juga ditemukan praktek dermaga tikus serupa di Tanjab Barat. Apalagi kabupaten ini merupakan gerbang masuk ke Kota Jambi lewat Pelabuhan Talang Duku.

Karena kepadatan ke luar masuknya kapal, jalur air di kawasan Muarojambi menjadi celah bagi oknum pengusaha nakal untuk memasukkan barang non pajak. Apalagi pengawasan jalur air tergolong lemah dan banyak celah.

Malah, penurunan barang-barang ilegal tidak dilakukan di pelabuhan pemerintah. Tetapi biasanya diturunkan langsung oleh para pengusaha dan pengangkut kapal di pelabuhan pribadi atau DUKS.

Hasil penelusuran Jambi Independent di kawasan Talang Duku hingga Kemingking Dalam, ditemukan banyak sekali DUKS. Untuk mengalihkan perhatian dari masyarakat dan pengawasan, seluruh dermaga ditutup rapat, baik dengan pagar beton ataupun pagar seng.

Seorang buruh angkut barang di pelabuhan Talang Duku, sebut saja Bujang, mengatakan, dia juga pernah melakukan pengangkutan barang dari kapal, tetapi bukan di dermaga resmi. “Biasanya kapalnya sama, tapi barangnya diturunkan di dua tempat. Kalau yang di pelabuhan ini kan pasti didata, melalui surat yang dibawa kapten kapal,” sebutnya kepada Jambi Independent.

Untuk sistem di pelabuhan sendiri, barang masuk biasanya akan segera di laporkan ke pihak Syahbandar. Surat-surat diperiksa. Dari surat itu diketahui berapa jumlah barang dan barang apa saja yang dibawa. Barang-barang tersebut lantas dimasukkan ke gudang-gudang yang ada di pelabuhan. Baik yang dalam bentuk peti kemas ataupun barang yang tidak dalam bentuk peti kemas.

Untuk barang dalam peti kemas ini, merupakan yang paling mudah dimanipulasi datanya. Sebab, jumlah barang yang ada di dalam peti kemas tentunya tidak akan dihitung. Sehingga tidak diketahui pasti jumlahnya. “Ini ya jelas menguntungkan pihak pengusaha, karenakan biayanya jadi lebih murah,” terang Bujang, pria yang telah lima tahun menggeluti kerja sebagai kuli angkut.

Biasanya, untuk menghindari pengawasan, penurunan barang dari kapal dilakukan pada malam hari atau bahkan dini hari. “Asal bayarannya besar, jam tiga pagi pun kita mau angkut barang. Tapi biasanya mereka cukup pakai alat berat dan mobil saja,” sebut pria berkulit sawo matang itu.

Untuk pengawasan jalur masuk Sungai Batanghari ke kabupaten Muarojambi, menurut salah seorang sumber Jambi Independent akan diawasi oleh tiga petugas. Biasanya dari awal masuk, mereka akan diperiksa oleh anggota Polisi Airud, terakhir baru dilakukan oleh pihak perhubungan.

Biasanya, dengan menggunakan perahu boat, para petugas tersebut mendekati kapal yang tengah melaju dan kemudian memeriksa bawaan kapal. Baru setelah itu kapal akan dimintai retribusi ketika masuk. “Tapi biasanya pemeriksaan hanya sekedar saja, begitu kita kasi uang, pemeriksaan berakhir dan petugas pergi,” sebutnya.

Penyetopan tersebut dilakukan hanya ketika ada kapal masuk saja, sementara kapal keluar tidak diperiksa. Karena pemeriksaan biasanya hanya akan berakhir di desa Tanjung atau Suak Kandis, maka masih panjang jalur yang mesti dilalui kapal tanpa pengawasan. Di situlah celah bagi para kapten kapal dan pengusaha untuk bongkar muat barang dari kapal.

Di Kabupaten Tanjab Timur, praktek dermaga tikus tak terlalu banyak. Bahkan mungkin tak terpantau sama sekali. Kapolres Tanjab Timur AKBP Bambang Heri melalui Kepala Polair Tanjabtim AKP Bahrum mengatakan, sejauh ini pihaknya belum mengendus adanya aktivitas penyelundupan barang ilegal di wilayah perairan Tanjab Timur. Begitupun dengan aktivitas di pelabuhan, menurutnya belum ditemukan indikasi yang mengarah ke sana.

“Sampai saat ini baik dari laporan maupun hasil monitoring kita ke lapangan belum ditemukan adanya aktivitas penyelundupan di wilayah Tanjabtim,” ujar Bahrum, belum lama ini.

Menurut dia, beberapa waktu lalu pernah ada laporan dari masyarakat soal dugaan penyelundupan, namun setelah dicek ternyata tidak ada. Namun demikian pihaknya secera intensif melakukan pengawasan terhadap lalu lalang arus transportasi perairan baik dengan cara patroli maupun standby di pos-pos yang telah tersedia.

“Seperti di jalur Batam dan di Nipah Panjang selalu kita pantau secara terus menerus, bawaan kapal diperiksa namun hasilnya tetap tidak ditemukan adanya kasus penyelundupan tersebut,” jelasnya.

Ketika disinggung mengenai kemungkinan adanya dermaga pribadi atau pelabuhan tikus yang dianggap rawan sebagai tempat menurunkan barang selundupan, Bahrum juga menyatakan sejauh ini tidak ada.

Beberapa warga yang sempat dimintai tanggapan juga menyatakan hal serupa. Menurut Muslim, warga Kuala Jambi, permasalahan barang selundupan di Kabupaten Tanjab Timur sangat jarang terdengar. Karena secara geografis akses dari perairan menuju jalan utama sangat jauh dan sulit dilalui.

Dari penelusuran Jambi Independent, bisa disimpulkan ada banyak modus penyelundupan barang di Provinsi Jambi via perairan (lihat grafis). Jadi, pantaskah instansi terkait menyatakan bahwa pengawasan di pelabuhan telah maksimal? Sementara faktanya masih banyak celah di jalur air bagi oknum “pemain”.

 

Banyak yang Ngawas, Banyak yang Lolos

 

Penyelundupan barang ilegal atau tanpa izin masih marak terjadi di Provinsi Jambi. Barang-barang seperti makanan, barang bekas, peralatan mesin dan elektronik hingga sembako masuk dari jalur laut. Yaitu melalui Kuala Tungkal, Tanjung Jabung Barat, Muara Sabak, Tanjung Jabung Timur dan Talang Dukun, Muarojambi.

Dari data yang dikumpulkan Jambi Independent, beberapa penyelundupan berhasil dibongkar aparat terkait. Misalnya, pada 28 Januari 2013 lalu, polisi mengamankan kapal 29 GT yang membawa bawang 20 ton yang diduga ilegal dan tanpa surat karantina saat berada di perairan Kuala Tungkal.

Sebelumnya, pada 6 Januari lalu, tim Mabes Polri mengamankan Kapal Motor (KM) Rahman Baru yang juga membawa barang ilegal. Walau diisukan membawa gula dan barang lainnya, Direktorat Pol Air Polda Jambi menyatakan, kapal tersebut hanya membawa 10 ton bawang dan 20 buah guci yang tidak tercantum dalam manifest. Sedangkan barang-barang lain dinyatakan memiliki dokumen lengkap.

Sementara, data dari Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPBC) Jambi, pada tahun 2011 ada empat kasus penyeludupan yang ditindak karena tidak dilengkapi pita cukai mengandung MMEA (etil alkohol), dan senjata airsoft gun yang tidak dilengkapi surat izin dari kepolisian dan perdagangan.

Kemudian, pada tahun 2012, meningkat menjadi sembilan kasus. Barang-barang selundupan itu di antaranya dalam bentuk obat-obatan yang tidak dilengkapi izin dari instansi terkait, sex toys atau alat bantu seks, dan finger condom (kondom jari).

Dari penelusuran dan sumber Jambi Independent menyebutkan, bahwa barang-barang seperti itu memang biasa diselundupkan dari luar. Biasanya barang berbentuk sembako, peralatan mesin, dan pakaian bekas berasal dari luar negeri masuk ke Jambi setelah lolos dari Batam.

“Kapal yang diamankan itu berasal dari Batam. Barang demikian sudah biasa dan memang melibatkan oknum aparat tertentu hingga petugas pelabuhan dan bea cukai,” kata sumber yang tak mau disebutkan namanya di koran, beberapa waktu lalu.

Diakuinya, modus penyeludupan biasanya memang melalui jalur air menggunakan kapal. Kapal tersebut biasanya ada yang hanya mengangkut satu jenis barang seludupan ada pula lebih.

Namun cara aman dan untuk mengelabui petugas biasanya mengangkut barang seludupan dengan cara dicampur barang memiliki izin atau tercantum dalam manifes dengan yang ilegal atau tak tercantum dalam manifes.

Barang tersebut kemudian dibongkar melalui pelabuhan yang ada di pesisir pantai timur laut Jambi maupun yang tersebar di sepanjang Sungai Batanghari. Barang seludupan itu langsung masuk gudang dan kemudian dijual ke berbagai daerah Provinsi Jambi.

“Petugas bukannya tak tahu, tetapi banyak oknum yang ikut bermain. Ada kapal yang saat melakukan bongkar di luar pelabuhan resmi dikawal oknum aparat,” tambahnya. Barang ilegal dan selundupan ini biasanya dibeli lebih murah dan dijual dalam Provinsi Jambi dengan harga pasaran biasa atau sedikit lebih mudah.

Sumber yang enggan disebutkan namanya ini mengaku, tangkapan yang dilakukan polisi lalu hanya sebagian kecil saja. Ditengarai paling sedikit, setiap dua minggu sekali barang selundupan itu masuk dan merapat menggunakan kapal dalam jumlah besar.

Sedangkan saat melakukan bongkar muat barang selundupan itu, selain diam-diam dam tidak diketahui petugas, diakuinya ada yang menggunakan izin. Yaitu izin bongkar muat barang di luar pabean atau pelabuhan resmi dari Bea Cukai. Cara itu lebih aman dilakukan.(pia)

 

Suryana: Geografis Jambi Berpotensi Terjadi Penyelundupan

 

Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) Jambi Suryana mengakui, semua wilayah di Provinsi Jambi berpotensi untuk terjadi penyeludupan barang ilegal. Alasannya, geografis Provinsi Jambi yang terletak di wilayah pantai timur Pulau Sumatera, menjadikan Jambi sebagai daerah yang mudah diakses.

Selain itu, kawasan Pabean yang ada di Jambi hanya melalui Pelabuhan Talang Duku. Sedangkan pelabuhan di daerah Kuala Tungkal dan Muara Sabak belum menjadi wilayah Pabean yang tetap, sehingga belum bisa dilakukan pengawasan.

Terkait masalah ini, KPPBC berharap dan akan melakukan pendekatan terhadap pemerintah setempat terutama Pembak Tanjung Jabung Barat untuk menyediakan lahan atau membuat pelabuhan khusus. Selain mengantisipasi aktivitas yang tinggi, juga untuk mempermudah pengawasan dan pendapatan pemerintah dari sektor bea dan cukai.

Sementara, ditanya apa saja kendala dan hambatan sulitnya melakukan pengawasan di pelabuhan-pelabuhan dalam perairan Jambi? KPPBC beralasan keterbatasan SDM. Saat ini, kata Suryana, lewat press release-nya kemarin (6/2), di KPPBC Jambi seluruhnya ada 70 orang personel termasuk staf.

“Namun keterbatasan SDM itu diupayakan semaksimal mungkin bisa mencegah dan meminimalisir terjadinya upaya penyeludupan dan penegakan UU Kepabeanan,” beber Suryana lewat rilisnya.

Untuk diketahui, sejak sepekan terakhir, Jambi Independent kesulitan menemui pejabat bea cukai satu ini. Upaya konfirmasi harus lewat prosedur ketat. Harus lewat surat menyurat. Daftar pertanyaan dikirim ke pihak Suryana, lalu dia membalas jawabannya lewat surat atau rilis resmi.

Masih dalam rilisnya, Suryana menjelaskan, perizinan barang impor barang ke dalam negeri mengacu pada Undang-undang No 17 Tahun 2006 tantang Kepabeanan dan Peraturan Direktur Jenderal Bea Dan Cukai Nomor P-06/BC/2007. Secara umum, dokumen yang harus dimiliki meliputi Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan dokumen pelengkap Kepabeanann seperti packing list, invoice, manifes, bill of lading (B/L) serta sertifikat negera asal.

            Sedangkan prosedur bongkar muat barang yang berada di luar pelabuhan resmi, yakni pihak importir yang diwakili oleh Perusahaan Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) mengajukan permohonan izin bongkar dan timbun di luar pelabuhan resmi ke kepal pelabuhan Bea dan Cukai.

Setelah terpenuhi segala dokumen Kapabeanannya dan disetujui oleh kepala kantor, selanjutnya akan diterbitkan surat keputusan izin bongkar dan timbun yang dapat digunakan sebagai dasar untuk dilakukan pembongkaran barang impor.

Terakhir, upaya yang dilakukan KPPBC Jambi untuk mencegah penyelundupan barang ilegal, adalah dengan cara mengoptimalisasi operasi pasar, melaksanakan patroli laut dan sungai, surveillance serta pemeriksaan fisik barang yang lebih intensif terhadap barang kiriman seperti melalui pos.(pia/hen/iis/aki/nas)

 

Tinggalkan komentar