RSS

Tuan dan Pemburu Emas (2)

01 Jun

(CERITA SEBELUMNYA)

Dari balik barisan polisi, terlihat seorang pria berjas hitam memandang tajam ke arah kerumunan massa. Ia menunjuk ke arah pria bertopi koboi, lalu bergerak cepat mendekati si pria itu. Namun si pria tadi langsung membalikkan badan, melangkahkan kakinya dengan cepat, lalu berlari menyeberangi jalan dan menghilang di balik arus kendaraan yang hilir mudik.

***

Pagi ini aku bukan lagi orang biasa. Ari Si Remaja telah hilang disapu mimpi semalam yang tingkat kenyataannya mencapai 90 persen. Bahkan sambil memakai seragam sekolah, aku masih bisa mengingat dengan jelas adegan demi adegan di dalam mimpi itu.

Penembakan di pasar, rumah kontrakan, pistol revolver, tubuh sedang kulit hitam kecoklatan, topi koboi dan pria berjas hitam yang mengejar, semua itu seperti nyata di ingatanku. Aku merasa bahwa pria itu, adalah aku di tahun 1980-an. Mirisnya, sewaktu itu aku belum lahir. Kejadian nyata, kualami, tapi aku belum lahir. Bagaimana ini?

Di atas motor yang sama, rute jalan yang sama, aku mengira-ngira bahwa ini semua adalah dejavu. Sesuatu yang rasanya telah terjadi tapi entah benar atau tidak itu pernah terjadi. Sisi lain, aku meyakini bahwa aku di mimpi adalah bukan aku yang sekarang.

Setiba di parkiran sekolah, ide bahwa aku telah mendekati kegilaan, menjadi lebih nyata dari teori-teori yang ke luar dari otakku sedari dini hari tadi. Saat ini lah aku merasa takut. Apakah siang ini aku harus ke rumah sakit jiwa?

Masih setengah sadar, aku berjalan menuju kelas yang biasa. Tak kupedulikan Zian ketika menyapaku, tak kuhirau Rando yang menepuk pundakku dan tak kugubris Novi yang menantiku dalam diamnya yang menawan.

Tiba di meja ke tiga dari belakang barisan kiri pintu masuk, aku duduk sekenanya. Tas punggung kubiarkan di atas meja sekenanya. Mataku menatap papan tulis tanpa berkedip. Mulutku terkunci rapat. Ide tentang tanda-tanda kegilaan, kian melekat di pikiranku. Apakah aku harus ke rumah sakit jiwa siang ini?

Sejak bangun subuh tadi, ketakutanku tentang bayangan seorang wanita cantik yang menenamiku makan sore, tiba-tiba hilang. Malah, aku merasa wanita itu adalah orang yang sangat dekat denganku. Seseorang yang tak perlu ditakuti. Dan tiba-tiba, kerinduan akan wanita itu membara di hati, melebihi rinduku kepada Novi, gadis berikat rambut pita pink yang kini sedang memandangku.

Pelan-pelan kupalingkan pandangan ke kiri. Di kursi baris kiri depan, Novi terlihat sedang memandangku. Kubalas dengan tatapan tajam, ia menolehkan kepala ke depan, lalu menunduk. Tiba-tiba pula, aku melihat gadis itu seperti keponakan yang beranjak remaja. Astaga! Aku mulai merasa tua! Padahal esok hari usiaku baru 17! Apakah aku memang sudah gila?

Wajahku memucat. Aku tahu itu. Soalnya wajahku terasa kaku, keringat dingin mulai berjatuhan di sana-sini bagian tubuh. Dan, ya, aku keringatan di pagi hari sebelum mata pelajaran pertama dimulai.

Teeett! Teeet! Teeet!

Bel sekolah menyadarkanku. Aku sempat bingung melihat manusia-manusia muda putih abu-abu berlarian ke luar ruangan, memburu pintu yang hanya satu. Sebagian berteriak tak jelas, sebagian tertawa dan sebagian lagi berusaha kalem tapi tak sabaran untuk pergi.

Aku tercekat. Ini sudah waktu pulang sekolah! Ke mana saja kesadaranku selama hampir 5 lima jam ini?

“Ri…”

Ponakan, eh, gadis muda yang bernama Novi menyapaku pelan. Dari dekat, aku baru sadar betapa jelitanya dia. Bola matanya hitam bersih, alisnya tipis, bulu mata lentik, hidung bangir, dagu runcing, pipi putih dengan bayangan urat-urat merah di balik kulit itu. Rambutnya panjang sebahu, dibiarkan tergerai. Ah, dia benar-benar sempurna. Mirip gadis anime bikinan komikus Jepang.

“Ari… Kamu kenapa?”

Ah, iya. Aku belum membalas sapaannya yang menggetarkan jiwa. “Tidak apa-apa. Aku hanya…” otakku beku. “Entahlah, Vi,” jawabku menyerah.

“Kamu sakit?”

Pertanyaan ini meningatkanku kepada Mama. Dia ini gadis idamanku, ponakan atau mamaku?

“Ndak.”

Novi bercerita tentang aku yang tertidur di kursi dengan posisi badan menelungkup di atas meja beralaskan tangan. Dia juga menjelaskan kenapa tak ada yang menggangguku tidur; bahwa guru-guru sedang rapat persiapan ujian nasional, anak-anak yang kebanyakan main di luar kelas karena tak ada guru dan dirinya yang setia menjagaku agar tak ada yang menjahiliku selama tidur.

Mendengar itu, aku langsung terharu. Dia benar-benar gadis idaman.

Aku berdiri, menghadap ke arah dia berdiri, mendekat, lalu memeluknya dengan cepat. Gadis anime ini tak siap dengan serangan mendadak ini. Tubuhnya menolak, tangannya mendorong tubuhku menjauh hingga pelukan hangat itu terlepas sia-sia.

“Tuh, kan. Kamu sakit!” jeritnya pelan.

Novi berlari pelan ke arah pintu, garis tipis melengkung ke atas terlihat membayang di sudut bibirnya. Tiba di ambang pintu, ia berhenti, memalingkan kepala ke arahku, lalu mempersembahkan senyum terindah. Aku membalas tak kalah semangatnya, meski tak seindah miliknya.

Tak berapa lama, ia menghilang di balik pintu. Ah, gadis cantik itu, idaman, ponakan atau mama-ku? Entahlah. Aku merasa jadi orang tua yang balik SMA. Benar-benar aneh.

Namun keanehan ini belum ada apa-apanya. Di malam hari usai pesta kecil perayaan ulang tahunku ke-17, aku mendapati diriku sedang berdiri di atas trotoar depan tempat pemakaman elit. Pemakaman itu tampak sepi, kelam dan tanpa penjaga. Kakiku dengan mantapnya melangkah masuk, di tangan kananku satu sekop mengayun pelan mengiringi langkah hati-hati menuju pusara paling sudut dalam.

Sekop itu mulai bekerja. Dengan gesit, satu kuburan terbongkar. Isinya hanya peti hitam. Setelah dibuka, ternyata di dalam peti itu berisi tumpukan kain, tak ada jasad satupun. Tanganku dengan cepat memasukkan kotak besi kecil ke dalam peti mati itu. Berikutnya sekop kembali berperan hingga lubang menganga itu tertutup lagi, balik seperti semula.

Aku bergegas ke luar pemakaman, lalu berdiri lagi di atas trotoar seberang jalan. Menatap sesaat, kemudian terbangun di antara subuh dan kesadaran yang gemilang.(Bersambung)

CERITA SELANJUTNYA

 

SAMBUNGANNYA BISA LIHAT DI APP WATTPAD… KLIK LINK DI BAWAH INI

Tuan dan Pemburu Emas 1 (cerbung by: Monas Junior)

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Juni 1, 2018 inci Novel

 

Tag: , , , , , , ,

Tinggalkan komentar