Saya generasi X. Generasi tahan banting. Serba bisa. Gampang diajak beradaptasi. Saya, generasi yang mulai menipis di bumi ini. Dan saya, mulai tua. (Hahaha…ngenes).
Pembagian periode generasi ini, memang menyakitkan (karena membuat saya sadar mulai tua) sekaligus menyenangkan (karena bermanfaat). Manfaatnya, kita (yang generasi x ngaku lah…) jadi bisa menyesuaikan dan menerima tingkah laku generasi berikuitnya.
Teori yang diambil dari mana-mana, y dan z, ciri-cirinya hampir sama. Pecandu gadget dan internet beserta antek-anteknya. Dunia maya sudah jadi bahan mainan. Bukan hal luar biasa lagi. Para gadgetholic ini (maksain istilah, red), sukanya aneh-aneh di mata generasi x.
Apalagi generasi z, mereka semua cenderung butuh segala sesuatu itu bisa cepat, cepat dan cepat. Serba instans. Proses tidak perlu, yang perlu hasil. Adeeeh…
Tapi, ya, mau diapain lagi, lah. Begini lah lingkungan sejak lahir membentuk mereka. Sadar atau tidak sadar, generasi x dan y lah yang menggiring mereka jadi seperti saat ini. Ya, terima saja lah.
Karena serba cepat, otak generasi z, kerjanya berlipat-lipat dibanding x dan y. Otak kanan dan kiri mereka, bisa berfungsi pada saat yang bersamaan tanpa pusing sedikitpun. Ini kehebatan generasi z. Dan ini, sangat dibutuhkan oleh penulis.
Otak kiri yang cenderung matematis dan otak kanan yang cenderung imajinatif, dibuat bergabung dengan cara tertentu oleh penulis. Hasilnya, karya tulisan yang sulit ditebak dan punya estetika yang tinggi. Tetapi, tidak setiap hari si penulis bisa berbuat begitu, ya, tidak setiap hari. Tapi generasi Z, bisa tiap saat, sodara-sodari! Supper sekali (sorry om Mario, pinjam bentar).
Ndak percaya, coba perhatikan anak atau ponakan Anda. Saya saja takjub.
Tadi sore, saya tiba di Muarabulian, Ibukota Kabupaten Batanghari. Di rumah kakak saya, Cesa, anaknya, menyambut saya dan istri saya dengan santainya. Lalu mendekati saya, mengambil ponsel saya, minta password hp, dan, detik berikut instagram saya dibajak. Detik berikutnya IG dia sudah ada di IG saya (susah jelasin bagian ini, takut salah istilah malah jadi malu-maluin). Intinya, cepat sekali prosesnya.
Sambil cengangas-cengenges, tu gadis kelas 2 SMP masuk ke rumah. Tak lama, ke luar lagi sambil ngantongi hp-nya dan earphone melekat di telinga. Saya yakin dia sedang mendengarkan lagu. Tapi saya kaget sewaktu dengan santainya dia mengajak saya ngobrol. Sambil dengerin lagu sambil ngobrol dan nyambung! Hebat sekali!
Dari sini saya belajar, bahwa anak-anak sekarang, terkadang kesannya cuek, tapi sebenarnya peduli dan peka (lewat cara mereka sendiri -bagian ini yang belum ada teori penjelasannya-). Jadi wajar, ketika orang-orang seperti saya sering emosi saat mengajari anak-anak sekarang karena mereka seperti tidak perhatian. Tapi pas ditanya, eh, mereka tau apa yang dimaksudkan. Cerdas sekali.
Sampai di sini, saya jadi merenung dan mulai menyesuaikan diri (tidak termasuk di bagian usia penyesuaiannya. Catat!). Kalau mau memasukkan ajaran kepada generasi z, cobalah dengan cara cepat, to the point dan ekstra sabar. Pada intinya, mereka lebih cerdas dari kita-kita (khusus generasi x, ya). Sehingga mengajari mereka, jauh lebih mudah dibanding mengajari diri kita sendiri.
Terakhir, saya jadi bisa belajar, bahwa usia, memang tak bisa dilawan (ya ea laaaah…). Menua itu pasti, tapi mengenali yang muda juga langkah pasti yang harus ditempuh.
Selamat menua, kawan-kawan…