RSS

Sedang Kau… (surat untuk cinta terhebat)

Sedang Kau… (surat untuk cinta terhebat)

Aku sedang duduk di teras rumah. Memandang ikan-ikan kecil di dalam kolam kecil sambil menahan kesal kepadamu. Kesal? Ya. Sedikit, tak pernah benar-benar kesal. Karena mencintaimu adalah hal terhebat yang pernah kualami, jadi semua aura negatif tentangmu akan selalu kukesampingkan, termasuk kesal-marah-kecewa dan sejenisnya.

Kenapa sedikit kesal?

Semua bermula sejak empat bulan setelah kita menghabiskan bulan madu. Kau menunjukkan aslimu, aku menunjukkan asliku. Kita tak lagi memakai topeng ketika itu.

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 8, 2019 inci Uncategorized

 

Novel Jambi: Pemburu Emas (Complete Edited) – Monas Junior

Novel Jambi: Pemburu Emas (Complete Edited) – Monas Junior

 

Catatan Editor:

Perburuan emas di negeri tak terlihat, serta kisah cinta yang haru.

Pemburu Emas, Legenda Bermula; adalah sebentuk novel popular yang hampir memasuki wilayah high level of imagination.  Disajikan dalam cerita petualangan, kisah cinta yang lurus namun getir, cerita legenda yang kadang di luar nalar namun logis hingga persoalan intrik politik para kapitalis dalam menguasai sumberdaya alam yang paling memikat, yakni; emas.

Menariknya, kisah yang disajikan novel ini  berbeda dari kebanyakan kisah petualangan yang ada. Jika kisah kebanyakan terpaku pada kerumitan hayali dan solusi yang hanya bersifat mencengangkan, di novel ini tidak. Ia tidak bertujuan untuk itu. Novel ini menawarkan kisah berbeda, cara pandang berbeda, kerumitan serta kemudahan yang berbeda serta tentu saja jebakan kepada pembaca dihadirkan dengan cara berbeda. Di mana bedanya?

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Juli 11, 2018 inci Novel, Renungan, Sastra

 

Tag: , , , , , , , , , , ,

Gadis Khayangan (Tuan dan Pemburu Emas Chapter 11-12)

Jakarta, 1995

Musim kemarau panjang. Matahari merajai bulan demi bulan di tahun ini. Asap knalpot dan bau lumpur berebut masuk ke hidungku yang sedang berjalan di trotoar dekat rumah, kawasan Menteng, Jakarta.

Lima tahun sudah aku di sini, rumah mewah yang tak ada isi. Romi dan Saihan masih bertahan di hutan belantara TNKS seputaran Jangkat. Sesekali mereka berkabar lewat HT tentang perusahaan yang merangsek masuk ke pertambangan kami, sesekali pula Romi singgah ke Jakarta sekedar bertemu dan menambah “amunisi”.

Ya, anak-anak di sana masih bertahan. Meski pihak perusahaan berkali-kali mengintimidasi, mereka tetap tak bergeming. Informasi soal lokasi maupun dokumen tanah, hingga kini masih disimpan rapat-rapat oleh mereka. Bahkan mereka tak memberi tahu kepada pengusaha itu bahwa tanah-tanah tempat lokasi tambang telah kubeli, dan sekarang sertifikatnya ada padaku.

Perusahaan besar itu tak bisa bergerak karena terhalang tanahku dan titik lokasi penambangan yang tak diketahui. Anehnya, kata Romi, sejak aku pergi dari desa itu, lokasi penambangan emas kami tiba-tiba menghilang. Tak seorangpun berhasil menemukan goa-goa emas peninggalan Belanda itu. Termasuk Romi sendiri.

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Juni 13, 2018 inci Novel

 

Tuan dan Pemburu Emas (4)

Setengah jam kemudian, aku telah berada di dalam kamar hotel. Duduk di kasur, kotak besi di pangkuan, meraih remot AC lalu mendinginkan suhu kamar. Kutarik nafas dalam-dalam, menghembuskannya pelan-pelan, lalu kubuka kotak besi yang tidak terkunci itu.

Di dalam kotak itu ada dua buku diary (satu bercover tebal warna hitam satu lagi warna merah), dua kunci dan beberapa lembar kertas. Satu per satu barang yang ada di dalam kotak kukeluarkan. Kubiarkan semuanya berserakan di atas kasur. Sampai akhirnya kuputuskan untuk mengecek buku diary berwarna merah.

Tak ada istimewa di sampul buku ini. Tanpa judul, tanpa tulisan apa-apa kecuali tulisan DIARY yang besar. Namun begitu covernya kubuka, aku terkejut melihat tulisan tangan bertinta hitam di soft cover buku itu.

Andi Rahman, 1980-2018.

Teruntuk kau yang tak kukenal.

Hanya dua kalimat itu. Tak ada yang lain. Karena penasaran, aku mulai membaca isinya.

***

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Juni 6, 2018 inci Novel

 

Tag: , , , , , , , ,

Tuan dan Pemburu Emas (3)

CERITA SEBELUMNYA

Di atas kasur busa beralas seprai biru lembut, aku duduk tanpa bisa berkata-kata. Sekarang semua menjadi jelas. Teori kegilaan berganti menjadi reingkarnasi atau sejenis itu. Aku berusaha turun dari ranjang, berjalan pelan ke luar rumah, lalu menatap langit yang masih menyisakan kelam. Matahari belum siuman dari pingsan semalam.

Karena kalah dengan dingin subuh, aku masuk lagi ke kamar, menatap cermin di lemari dengan lekat. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, aku yang berusia 17 tahun hari ini, tampak begitu berbeda.

Tiba-tiba tangisan itu pecah di mata dan mulutku, tanpa aku tahu penyebabnya.

Bandara Sultan Thaha sudah ramai se siang ini. Di terminal keberangkatan yang satu-satunya dalam bandara itu, aku berdiri menatap landasan pacu. Dengan tas hitam di punggung, topi kupluk, kacamata hitam, jam tangan Swiss Army, sepatu Nike hitam, celana jeans biru, jaket kulit hitam, baju kaos biru, aku menanti pesawat Lion rute Jambi-Jakarta.

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Juni 5, 2018 inci Novel

 

Tag: , , , , , , , , ,

Tuan dan Pemburu Emas (2)

(CERITA SEBELUMNYA)

Dari balik barisan polisi, terlihat seorang pria berjas hitam memandang tajam ke arah kerumunan massa. Ia menunjuk ke arah pria bertopi koboi, lalu bergerak cepat mendekati si pria itu. Namun si pria tadi langsung membalikkan badan, melangkahkan kakinya dengan cepat, lalu berlari menyeberangi jalan dan menghilang di balik arus kendaraan yang hilir mudik.

***

Pagi ini aku bukan lagi orang biasa. Ari Si Remaja telah hilang disapu mimpi semalam yang tingkat kenyataannya mencapai 90 persen. Bahkan sambil memakai seragam sekolah, aku masih bisa mengingat dengan jelas adegan demi adegan di dalam mimpi itu.

Penembakan di pasar, rumah kontrakan, pistol revolver, tubuh sedang kulit hitam kecoklatan, topi koboi dan pria berjas hitam yang mengejar, semua itu seperti nyata di ingatanku. Aku merasa bahwa pria itu, adalah aku di tahun 1980-an. Mirisnya, sewaktu itu aku belum lahir. Kejadian nyata, kualami, tapi aku belum lahir. Bagaimana ini?

Di atas motor yang sama, rute jalan yang sama, aku mengira-ngira bahwa ini semua adalah dejavu. Sesuatu yang rasanya telah terjadi tapi entah benar atau tidak itu pernah terjadi. Sisi lain, aku meyakini bahwa aku di mimpi adalah bukan aku yang sekarang.

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Juni 1, 2018 inci Novel

 

Tag: , , , , , , ,

Tuan dan Pemburu Emas (1)

(The Master and The Gold Hunter)

A Novel By: Monas Junior

Aku orang biasa, tak ada yang istimewa. Dan aku masih seperti anak SMA lain di pagi itu. Mengenakan seragam putih abu-abu, rambut lurus belah pinggir, tas punggung dan sepatu bertali, sedang berlari ke halaman sekolah usai memarkirkan motor matic buatan Jepang.

Upacara Senin sudah dimulai. Aku menyusup di barisan paling belakang. Beberapa sahabat melotot saat melihat aku melempar tas ke rumput. Secepat kilat kupasang topi, merapikan baju lalu menatap lurus ke depan.

“Telat lagi, bro…”

“Macet,” jawabku singkat. Tomi tertawa sekilas. Lalu berusaha fokus mengikuti rangkaian upacara yang panjang.

Novi, gebetanku di baris kanan depan, melirikku sepintas lalu menatap ke depan lagi. Ah, gadis ini sangat menggodaku. Tuhan pasti tahu betapa besarnya keinginanku memilikinya.

Usai upacara, kami bergegas memasuki ruang kelas masing-masing. Sekali lagi, seperti biasa, tak ada yang istimewa. Dari pagi belajar –memperhatikan Novi yang duduk di depan-, siang istirahat –mendekati Novi dengan berbagai alasan-, dilanjutkan belajar –lagi-lagi memperhatikan Novi-, lalu pulang di sore hari –berharap besok bisa cepat bertemu Novi-.

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Juni 1, 2018 inci Novel

 

Tag: , , ,

Belajar dari Generasi Z (edisi sadar usia)

IMG_5039

Saya generasi X. Generasi tahan banting. Serba bisa. Gampang diajak beradaptasi. Saya, generasi yang mulai menipis di bumi ini. Dan saya, mulai tua. (Hahaha…ngenes).

Pembagian periode generasi ini, memang menyakitkan (karena membuat saya sadar mulai tua) sekaligus menyenangkan (karena bermanfaat). Manfaatnya, kita (yang generasi x ngaku lah…) jadi bisa menyesuaikan dan menerima tingkah laku generasi berikuitnya.

Teori yang diambil dari mana-mana, y dan z, ciri-cirinya hampir sama. Pecandu gadget dan internet beserta antek-anteknya. Dunia maya sudah jadi bahan mainan. Bukan hal luar biasa lagi. Para gadgetholic ini (maksain istilah, red), sukanya aneh-aneh di mata generasi x.

Apalagi generasi z, mereka semua cenderung butuh segala sesuatu itu bisa cepat, cepat dan cepat. Serba instans. Proses tidak perlu, yang perlu hasil. Adeeeh…

Tapi, ya, mau diapain lagi, lah. Begini lah lingkungan sejak lahir membentuk mereka. Sadar atau tidak sadar, generasi x dan y lah yang menggiring mereka jadi seperti saat ini. Ya, terima saja lah.

Karena serba cepat, otak generasi z, kerjanya berlipat-lipat dibanding x dan y. Otak kanan dan kiri mereka, bisa berfungsi pada saat yang bersamaan tanpa pusing sedikitpun. Ini kehebatan generasi z. Dan ini, sangat dibutuhkan oleh penulis.

Otak kiri yang cenderung matematis dan otak kanan yang cenderung imajinatif, dibuat bergabung dengan cara tertentu oleh penulis. Hasilnya, karya tulisan yang sulit ditebak dan punya estetika yang tinggi. Tetapi, tidak setiap hari si penulis bisa berbuat begitu, ya, tidak setiap hari. Tapi generasi Z, bisa tiap saat, sodara-sodari! Supper sekali (sorry om Mario, pinjam bentar).

Ndak percaya, coba perhatikan anak atau ponakan Anda. Saya saja takjub.

Tadi sore, saya tiba di Muarabulian, Ibukota Kabupaten Batanghari. Di rumah kakak saya, Cesa, anaknya, menyambut saya dan istri saya dengan santainya. Lalu mendekati saya, mengambil ponsel saya, minta password hp, dan, detik berikut instagram saya dibajak. Detik berikutnya IG dia sudah ada di IG saya (susah jelasin bagian ini, takut salah istilah malah jadi malu-maluin). Intinya, cepat sekali prosesnya.

Sambil cengangas-cengenges, tu gadis kelas 2 SMP masuk ke rumah. Tak lama, ke luar lagi sambil ngantongi hp-nya dan earphone melekat di telinga. Saya yakin dia sedang mendengarkan lagu. Tapi saya kaget sewaktu dengan santainya dia mengajak saya ngobrol. Sambil dengerin lagu sambil ngobrol dan nyambung! Hebat sekali!

Dari sini saya belajar, bahwa anak-anak sekarang, terkadang kesannya cuek, tapi sebenarnya peduli dan peka (lewat cara mereka sendiri -bagian ini yang belum ada teori penjelasannya-). Jadi wajar, ketika orang-orang seperti saya sering emosi saat mengajari anak-anak sekarang karena mereka seperti tidak perhatian. Tapi pas ditanya, eh, mereka tau apa yang dimaksudkan. Cerdas sekali.

Sampai di sini, saya jadi merenung dan mulai menyesuaikan diri (tidak termasuk di bagian usia penyesuaiannya. Catat!). Kalau mau memasukkan ajaran kepada generasi z, cobalah dengan cara cepat, to the point dan ekstra sabar. Pada intinya, mereka lebih cerdas dari kita-kita (khusus generasi x, ya). Sehingga mengajari mereka, jauh lebih mudah dibanding mengajari diri kita sendiri.

Terakhir, saya jadi bisa belajar, bahwa usia, memang tak bisa dilawan (ya ea laaaah…). Menua itu pasti, tapi mengenali yang muda juga langkah pasti yang harus ditempuh.

Selamat menua, kawan-kawan…

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Mei 3, 2017 inci Curahan, Renungan

 

Tag: , , ,

Latihan Menulis (Back to Diary) 1

Hari ini sangat melelahkan. Sudah malam kurang tidur, pagi-pagi pukul 08.00, saya harus bangun lalu menemui seorang pejabat di daerah Merangin. Meski  mata masih sangat berat untuk dibuka,  saya memaksakan kaki untuk melangkah ke kamar mandi. Sebagian kasur telah bercerai dengan seprai putih yang lembut. Seprai di lantai, kasur masih saja di atas, keduanya tak saling tegur.

Di kamar mandi, air panas masih seperti kemarin, sama sekali tak berfungsi sejak hari pertama saya menginap di hotel ini. Jadi, terpaksa mandi air dingin di pagi hari dengan kondisi kurang tidur. Klop sudah penderitaan….


Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada April 24, 2017 inci Curahan

 

Tag: , , , , , ,

Di Antara Lelahmu

Kau sedang tertidur, persis ketika aku menatapmu dengan mata yang mulai berair. Wajahmu begitu lelah, tapi seperti biasa, tetap cantik. Kau terpejam, nafasmu berat, satu-satu, diiringi dada yang naik turun, seperti peri-peri usai melaksanakan tugas kebaikan.

Kau sedang tertidur, ketika otakku masih panas, ototku masih tegang, hatiku masih cemas memikirkan hari esok yang masih belum jelas. Rasanya ingin membangunkanmu dengan kecupan ringan di kening, lalu pipi, lalu mata, lalu hidung, lalu bibir, tapi aku urungkan. Kau, begitu terbenam dengan kelelapan yang sempurna. Bahkan selimut pun tak kau hiraukan, terberai-berai di antara kakimu.

Read the rest of this entry »

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada November 4, 2015 inci Curahan

 

Tag: , ,